Sunday, May 26, 2013

PENANGGULANGAN BANJIR CEKUNGAN BANDUNG BERDASARKAN VOLUME BANJIR TERDUGA

Penurunan kualitas sumberdaya air kini semakin terasa di banyak daerah di tanah air dengan semakin sering dirasakannya kelangkaan air dan bencana yang berkaitan dengan sumberdaya air. Penyebab keadaan tersebut di atas ditenggarai berasal dari dua hal yaitu : perubahan drastis pola tutupan lahan dan perubahan iklim global. Tampaknya, interaksi kedua penyebab di atas pada suatu tempat akan mengakibatkan bencana semakin sering dan semakin berat.

Daerah yang sangat rawan terhadap permasalahan dan bencana air adalah daerah berpenduduk padat, terutama di Pulau jawa. Cekungan Bandung merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang paling berkembang dan padat penduduk. Selama tiga dekade terakhir, bagian terendah cekungan ini mengalami banjir tahunan yang semakin parah. Secara alami bagian dasar cekungan ini berbentuk rawa-rawa yang umum dimanfaatkan untuk lahan persawahan dan perikanan. Sejak 30 tahun yang lalu, perluasan area pemukiman dan industri berkembang dengan cepat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi. Penyebab penting lain terjadinya banjir adalah tingginya perubahan tutupan lahan di wilayah hulu yang mengakibatkan besarnya luah sungai setiap adanya hujan. Penyebab penting lainnya adalah adanya penyempitan Saluran Citarum di Curug Jompong, ketika saluran melalui daerah batuan intrusif.
Upaya yang telah dilakukan Pemerintah Daerah dalam pencegahan dan penanggulangan banjir telah diakukan dengan penyodetan beberapa ruas saluran sungai, pembuatan tanggul, pelurusan sungai dan lain-lain. Sejauh ini, hasil yang diharapkan hanya memecahkan sebagian masalah dan bersifat sementara. Masalah selalu kembali berulang setelah dua atau tiga tahun proyek penanggulangan banjir selesai, atau berpindah ke tempat lain.
Dengan kondisi seperti di atas, maka penyelesaian tuntas masalah banjir di Cekungan Bandung tidak akan bisa ditanggulangi, karena memang daerah ini adalah daerah banjir berkala. Upaya yang bias dilakukan adalah bagaimana agar banjir yang terjadi tidak menimbulkan kerugian, bahkan lebih baik lagi apabila kita bias mengambil manfaat dari banjir tahunan. Untuk keperluan ini maka hal yang perlu diketahui pertama-tama adalah berapa jumlah air yang harus dikendalikan setiap kali terjadi banjir. Setelah besaran ini diketahui maka perencanaan untuk penaggulangannya akan bisa disusun dengan lebih mudah dan terarah.
Seiring dengan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi yang terus meningkat, keadaan di masa mendatang diperkirakan akan lebih memburuk apabila tidak segera diambil langkah- langkah perbaikan. Upaya yang perlu dilakukan untuk meminimalkan kerugian akibat banjir dan kekeringan adalah pengendalian air larian/genangan pada musim hujan yang sekaligus harus merupakan juga upaya untuk menyimpan persediaan air pada musim kemarau. Kedua fungsi pengendalian dan penyimpanan ini secara alami biasa dilakukan oleh tegakan hutan. Tetapi mengingat pada saat ini jumlah luasan hutan semakin menyusut dan kebutuhan masyarakat akan lahan meningkat pula, maka hutan dan tutupan vegetasi lainnya hanya akan memenuhi sebagian dari fungsi ini, sedangkan sebagian lainnya harus dipenuhi oleh upaya struktur (bangunan) buatan, seperti misalnya sumur resapan, kolam penampungan, dsb. Agar fungsi pengendalian dan penyimpanan ini berlangsung dengan baik, maka setiap upaya teknis bagi pengimbuhan dan pengendalian aliran air harus dilaksanakan pada tempat dan dengan ukuran yang cocok, sehingga dapat berfungsi dengan optimal dan di lain fihak tidak bersifat
memboroskan lahan. Pertimbangan ini penting karena pada saat ini prosentase lahan terbangun di Cekungan Bandung sudah relatif tinggi.

Sampai saat ini, telah dilakukan pengumpulan data iklim untuk seluruh daerah penelitian. Secara spasial, telah terkumpul catatan 13 stasiun curah hujan daerah penelitian yang diperoleh dari BMKG dan PT. Indonesia Power. Dari stasiun hujan yang berhasil dihimpun datanya, terdapat dua stasiun yang memliki seri data yang cukup panjang, yaitu stasiun Cemara di Kota Bandung dan stasiun Lembang. Analisis kecenderungan hanya dapat dilakukan terhadap data yang diperoleh dari kedua stasiun di atas. Banjir hanya terjadi apabila curah hujan yang turun cukup besar, biasanya pada saat- saat curah hujan maksimum dalam setiap tahunnya. Untuk mengetahui kecenderunngan perkembangan banjir di masa mendatang, analisis dilakukan terhadap curah hujan tahunan total, intensitas harian dan intensitas maksimum harian.


Tabel dan hasil perhitungan bisa dilihat disini =D

2 comments:

  1. Nama dan NRP ya dik?
    Data dan analisanya ditampilkan ya dik?

    ReplyDelete